georgegordonfirstnation.com Peringatan yang selama ini dikenal luas sebagai Hari Ibu sesungguhnya memiliki akar sejarah yang jauh lebih dalam. Ia berawal dari gerakan perempuan Indonesia yang memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan kemerdekaan dari penindasan kolonial. Dalam konteks sejarah, momentum ini bukan sekadar perayaan peran domestik perempuan, melainkan simbol perlawanan dan kesadaran politik kaum perempuan.
Pada masa awal pergerakan nasional, perempuan mulai menyadari pentingnya bersatu dan bersuara. Mereka tidak hanya bergerak dalam ranah sosial, tetapi juga politik dan pendidikan. Kesadaran ini melahirkan ruang diskusi dan organisasi perempuan yang membahas isu ketidakadilan, perkawinan paksa, pendidikan perempuan, serta hak untuk terlibat dalam perjuangan bangsa.
Kongres Perempuan sebagai Titik Penting
Sejarah mencatat bahwa momentum ini berakar dari Kongres Perempuan Indonesia yang menjadi tonggak penting dalam pergerakan perempuan nasional. Kongres tersebut mempertemukan berbagai organisasi perempuan dari beragam latar belakang. Mereka datang dengan satu tujuan, yaitu menyatukan visi perjuangan perempuan Indonesia.
Dalam kongres tersebut, perempuan menyuarakan kepentingan kolektif yang selama ini terpinggirkan. Isu-isu struktural seperti pendidikan, hukum perkawinan, dan peran perempuan dalam perjuangan nasional menjadi topik utama. Dari sinilah lahir kesadaran bahwa perempuan bukan hanya pelengkap, tetapi subjek aktif dalam sejarah bangsa.
Dari Perlawanan Kolonial ke Simbol Ibu
Seiring berjalannya waktu, makna peringatan ini mengalami perubahan. Dalam konteks negara yang telah merdeka, peringatan tersebut kemudian dilembagakan sebagai Hari Ibu. Pergeseran makna ini tidak terjadi secara alami, melainkan melalui proses politik dan kebijakan negara.
Negara mulai menekankan citra perempuan sebagai ibu yang berperan dalam keluarga. Peran ini tentu penting, namun penekanan berlebihan pada aspek domestik dinilai telah mengaburkan semangat awal pergerakan perempuan. Perempuan yang sebelumnya dipandang sebagai subjek politik, perlahan direduksi menjadi simbol pengabdian di ranah rumah tangga.
Kritik Aktivis terhadap Pergeseran Makna
Sejumlah aktivis perempuan menilai perubahan makna tersebut sebagai bentuk depolitisasi gerakan perempuan. Mereka menyebut peringatan ini seharusnya lebih tepat dimaknai sebagai Hari Gerakan atau Pergerakan Perempuan. Menurut para aktivis, esensi perjuangan perempuan adalah melawan ketidakadilan struktural, bukan sekadar merayakan peran sebagai ibu.
Aktivis juga menyoroti narasi populer yang sering muncul dalam peringatan Hari Ibu. Narasi tersebut kerap menempatkan perempuan dalam posisi ideal yang penuh pengorbanan, sabar, dan setia. Padahal, perjuangan perempuan jauh lebih kompleks dan melibatkan perlawanan terhadap sistem sosial yang timpang.
Kepentingan Politik dalam Pembentukan Narasi
Pergeseran makna ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik negara. Dalam banyak periode sejarah, negara memiliki kepentingan untuk menata peran perempuan sesuai agenda pembangunan. Perempuan diposisikan sebagai pilar keluarga yang mendukung stabilitas sosial dan politik.
Narasi ini dianggap lebih aman dan mudah diterima publik. Dengan menekankan peran domestik, negara dapat meredam potensi kritis gerakan perempuan. Akibatnya, perjuangan perempuan sebagai kekuatan politik menjadi kurang terlihat dalam ruang publik.
Perempuan sebagai Subjek, Bukan Sekadar Simbol
Aktivis perempuan menegaskan pentingnya mengembalikan perempuan sebagai subjek sejarah. Perempuan bukan hanya simbol kasih sayang atau pengorbanan, tetapi individu dengan hak politik, ekonomi, dan sosial. Memaknai peringatan ini sebagai Hari Pergerakan Perempuan dianggap sebagai langkah untuk menghidupkan kembali semangat tersebut.
Dengan memahami sejarah secara utuh, masyarakat diharapkan dapat melihat peran perempuan secara lebih adil. Perempuan memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan, dan demokrasi. Pengakuan terhadap peran tersebut penting untuk membangun kesetaraan di masa kini.
Relevansi Pergerakan Perempuan di Era Modern
Isu yang diperjuangkan perempuan di masa lalu ternyata masih relevan hingga kini. Ketimpangan gender, kekerasan terhadap perempuan, dan keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan masih menjadi persoalan. Oleh karena itu, semangat pergerakan perempuan tidak boleh dilupakan.
Memaknai ulang peringatan ini sebagai hari pergerakan dapat menjadi refleksi kolektif. Masyarakat diajak untuk melihat bahwa perjuangan perempuan belum selesai. Kesadaran sejarah menjadi modal penting untuk melanjutkan perjuangan tersebut dalam konteks yang lebih modern.
Peran Pendidikan dan Media
Pendidikan dan media memiliki peran besar dalam membentuk pemahaman publik. Narasi sejarah yang disampaikan di ruang pendidikan perlu menekankan akar pergerakan perempuan. Media juga diharapkan tidak hanya menampilkan perayaan simbolik, tetapi mengangkat isu substansial yang dihadapi perempuan.
Dengan pendekatan tersebut, generasi muda dapat memahami bahwa peringatan ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah pengingat atas perjuangan panjang perempuan Indonesia dalam meraih keadilan dan kesetaraan.
Menjaga Makna Sejarah agar Tidak Hilang
Peringatan ini seharusnya menjadi momentum untuk menghormati perjuangan perempuan secara utuh. Mengingat akar sejarahnya sebagai gerakan perlawanan, masyarakat diajak untuk tidak melupakan makna tersebut. Pergeseran makna akibat kepentingan politik perlu dikritisi agar sejarah tidak tereduksi.
Dengan mengembalikan fokus pada pergerakan perempuan, peringatan ini dapat menjadi ruang refleksi dan penguatan solidaritas. Perempuan dan laki-laki diajak bersama-sama melanjutkan perjuangan menuju masyarakat yang lebih adil dan setara.

Cek Juga Artikel Dari Platform radarbandung.web.id
