Capaian Besar Ombudsman RI dalam Lima Tahun Terakhir
Ombudsman Republik Indonesia mencatat capaian signifikan dalam upaya pengawasan pelayanan publik sepanjang periode 2021 hingga 2025. Dalam kurun waktu lima tahun tersebut, Ombudsman RI berhasil menyelamatkan potensi kerugian masyarakat dengan total nilai mencapai Rp1,603 triliun. Angka ini menjadi bukti konkret bahwa pengawasan terhadap maladministrasi bukan sekadar fungsi administratif, melainkan memiliki dampak nyata terhadap perlindungan hak-hak ekonomi masyarakat.
Capaian tersebut disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam kegiatan Penyampaian Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2025 yang digelar di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan. Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja kolektif Keasistenan Utama Perekonomian I bersama lima Kantor Perwakilan Ombudsman RI, yakni Sumatera Barat, Bengkulu, Banten, Kalimantan Selatan, dan Gorontalo.
Ribuan Laporan Masyarakat Ditangani Secara Konsisten
Sepanjang 2021 hingga akhir 2025, Ombudsman RI menerima sebanyak 5.173 laporan masyarakat di sektor perekonomian. Dari jumlah tersebut, tingkat penyelesaian mencapai 81,25 persen atau setara dengan 4.642 laporan yang telah dituntaskan. Angka ini menunjukkan konsistensi Ombudsman RI dalam menjalankan fungsi korektif terhadap berbagai bentuk maladministrasi yang merugikan publik.
Yeka menjelaskan bahwa laporan masyarakat yang masuk mencakup berbagai sektor strategis, mulai dari pertanian dan pangan, perbankan, industri keuangan nonbank, perdagangan, hingga perpajakan dan kepabeanan. Penanganan laporan tersebut tidak hanya berorientasi pada penyelesaian kasus per kasus, tetapi juga diarahkan untuk memperbaiki sistem pelayanan secara menyeluruh.
Rincian Nilai Kerugian yang Berhasil Diselamatkan
Jika dirinci per tahun, nilai penyelamatan kerugian masyarakat oleh Ombudsman RI menunjukkan tren yang signifikan. Pada 2021, potensi kerugian yang berhasil diselamatkan tercatat sebesar Rp41,01 miliar. Angka ini meningkat menjadi Rp201,87 miliar pada 2022, kemudian melonjak tajam pada 2023 dengan nilai Rp920,83 miliar.
Pada 2024, Ombudsman RI kembali menyelamatkan potensi kerugian masyarakat sebesar Rp300 miliar, sementara pada 2025 tercatat Rp139,93 miliar. Akumulasi dari seluruh capaian tersebut mencapai Rp1,603 triliun dalam lima tahun terakhir, mencerminkan efektivitas pengawasan yang dilakukan secara berkelanjutan.
Efisiensi Anggaran dan Rasio Manfaat Tinggi
Selain capaian nominal, Ombudsman RI juga menyoroti efisiensi penggunaan anggaran negara dalam pengawasan pelayanan publik. Berdasarkan catatan Ombudsman, setiap penggunaan Rp1 anggaran pengawasan mampu menyelamatkan kerugian masyarakat sebesar Rp17,60.
Bahkan, Keasistenan Utama III mencatat Benefit-Cost Ratio (BCR) tertinggi dengan nilai mencapai 96,83. Angka ini menunjukkan bahwa investasi negara dalam pengawasan pelayanan publik memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat, sekaligus memperkuat legitimasi Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas independen.
Fokus Pencegahan Maladministrasi Secara Sistemik
Tidak hanya menangani laporan, Ombudsman RI juga menjalankan fungsi pencegahan maladministrasi melalui pendekatan Rapid Assessment (RA) dan Systemic Review (SR). Pendekatan ini bertujuan mengidentifikasi persoalan struktural yang berpotensi menimbulkan kerugian publik dalam skala besar.
Beberapa isu strategis yang menjadi fokus pengawasan antara lain tata kelola pupuk bersubsidi, layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Pemilikan Rumah (KPR), layanan perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengadaan barang dan jasa, hingga pengelolaan industri kelapa sawit. Selain itu, Ombudsman RI juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi perhatian nasional.
Temuan Strategis di Industri Kelapa Sawit
Salah satu temuan penting Ombudsman RI dalam Catahu 2025 adalah potensi kerugian negara dan masyarakat hingga Rp279,1 triliun akibat lemahnya tata kelola industri kelapa sawit. Temuan ini menyoroti perlunya pembenahan regulasi, peningkatan transparansi, serta penguatan pengawasan lintas sektor.
Yeka menegaskan bahwa tanpa perbaikan sistemik, potensi kebocoran penerimaan negara dan kerugian masyarakat akan terus berulang. Oleh karena itu, rekomendasi Ombudsman diarahkan pada penguatan koordinasi antarlembaga dan integrasi sistem pengawasan yang berkelanjutan.
Pengawasan sebagai Instrumen Perbaikan Kebijakan Publik
Dalam penutup paparannya, Yeka menekankan bahwa pengawasan Ombudsman RI tidak hanya berfungsi sebagai alat korektif, tetapi juga sebagai instrumen strategis untuk memperbaiki tata kelola kebijakan publik. Catatan Akhir Tahun bukan sekadar laporan kinerja, melainkan refleksi bersama untuk mendorong pelayanan publik yang lebih adil, transparan, dan berpihak kepada masyarakat.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Ombudsman RI, Bobby Hamzar Rafinus, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemangku kepentingan yang telah menjalin komunikasi dan kerja sama selama ini. Ia menilai kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar rekomendasi Ombudsman dapat diimplementasikan secara nyata.
Komitmen Berkelanjutan Ombudsman RI
Ke depan, Ombudsman RI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat fungsi pengawasan dan pencegahan maladministrasi. Dengan dukungan berbagai pihak, Ombudsman berharap kualitas pelayanan publik di Indonesia semakin meningkat, risiko kerugian masyarakat dapat ditekan, dan kepercayaan publik terhadap institusi negara terus tumbuh secara berkelanjutan.
Baca Juga : Sidak Pasar Jelang Nataru, Wali Kota Medan Temukan Produk Kadaluwarsa
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : festajunina

