Perkawinan Anak dan Stunting Masih Jadi Tantangan Serius
Wakil Gubernur Gorontalo Idah Syahidah Rusli Habibie menegaskan bahwa pencegahan perkawinan anak merupakan langkah strategis dalam upaya menurunkan angka stunting di Provinsi Gorontalo. Dua persoalan tersebut dinilai saling berkaitan dan menjadi tantangan besar dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia di daerah.
Hal itu disampaikan Idah saat memberikan sambutan pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Perkawinan Anak dan Penurunan Stunting yang digelar di Aula Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Gorontalo. Forum ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor untuk menyamakan persepsi dan merumuskan langkah konkret.
Menurut Idah, persoalan stunting tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial, budaya, dan ekonomi, salah satunya praktik perkawinan anak yang masih terjadi di sejumlah wilayah. Oleh karena itu, pendekatan penanganan stunting harus dilakukan secara komprehensif, tidak hanya fokus pada aspek kesehatan semata.
Dampak Perkawinan Anak terhadap Kesehatan Ibu dan Anak
Dalam pemaparannya, Wagub menjelaskan bahwa perkawinan anak membawa risiko kesehatan yang besar, baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Kehamilan di usia terlalu muda meningkatkan potensi komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, serta gangguan gizi pada bayi.
“Perkawinan anak dan stunting adalah persoalan yang saling berkaitan. Risiko kesehatan ibu dan anak akibat perkawinan anak pada akhirnya berdampak pada kualitas tumbuh kembang anak,” ujar Idah.
Ia menambahkan, selain risiko kesehatan fisik, perkawinan anak juga berdampak pada aspek psikologis dan sosial. Anak perempuan yang menikah di usia dini cenderung putus sekolah, memiliki keterbatasan akses informasi gizi dan kesehatan, serta minim kesiapan dalam mengasuh anak.
Kondisi tersebut memperbesar peluang terjadinya stunting, yang tidak hanya berdampak pada tinggi badan anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif, produktivitas di masa depan, serta daya saing daerah secara keseluruhan.
Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor
Melalui FGD tersebut, Wagub Gorontalo mendorong seluruh peserta untuk mengidentifikasi akar permasalahan perkawinan anak dan stunting secara mendalam. Ia menekankan bahwa solusi yang dihasilkan harus bersifat aplikatif dan dapat diimplementasikan di lapangan.
Idah menilai upaya pencegahan tidak dapat dibebankan hanya kepada satu instansi. Diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, lembaga nonpemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dunia pendidikan, hingga organisasi perempuan.
“Forum ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas sektor. Pencegahan perkawinan anak dan penurunan stunting harus dilakukan bersama-sama,” jelasnya.
Menurutnya, tokoh agama dan tokoh adat memiliki peran penting dalam mengubah pola pikir masyarakat, terutama terkait norma budaya yang masih membenarkan perkawinan di usia anak. Sementara itu, sektor pendidikan berperan dalam meningkatkan kesadaran remaja akan pentingnya melanjutkan sekolah dan merencanakan masa depan.
Peran Keluarga sebagai Garda Terdepan
Selain kolaborasi lintas sektor, Wagub menekankan bahwa keluarga merupakan garda terdepan dalam pencegahan perkawinan anak dan pemenuhan gizi anak. Lingkungan keluarga menjadi tempat pertama anak mendapatkan pendidikan, perlindungan, serta pembentukan karakter.
Idah menilai orang tua memiliki peran krusial dalam memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan optimal. Edukasi tentang kesehatan reproduksi, gizi seimbang, serta pentingnya pendidikan harus dimulai dari rumah.
“Anak-anak Gorontalo harus tumbuh sehat, cerdas, berdaya saing, serta terlindungi dari praktik-praktik yang merugikan masa depan mereka,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan potensi praktik perkawinan anak di lingkungan sekitar. Menurutnya, upaya pencegahan akan lebih efektif jika didukung kesadaran kolektif.
Komitmen Bersama untuk Aksi Nyata
Wagub Gorontalo mengingatkan agar hasil FGD tidak berhenti pada tataran diskusi dan rekomendasi administratif semata. Ia berharap seluruh rumusan yang dihasilkan dapat diterjemahkan menjadi program dan kebijakan nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Sebagai bentuk komitmen, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan kesepakatan bersama antara Dinas PPPA Provinsi Gorontalo dengan organisasi perempuan serta BKKBN Provinsi Gorontalo. Kesepakatan ini menegaskan komitmen bersama dalam pencegahan perkawinan anak dan percepatan penurunan stunting.
Idah menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan FGD tersebut. Ia berharap kerja sama yang telah terjalin dapat terus diperkuat demi mewujudkan generasi Gorontalo yang lebih sehat dan berkualitas.
Menuju Generasi Gorontalo yang Lebih Berkualitas
Kegiatan FGD ini turut dihadiri oleh Kepala BKKBN Provinsi Gorontalo, Ketua Dharma Wanita Provinsi Gorontalo, Kepala Dinas PPPA Provinsi Gorontalo beserta jajaran, instansi vertikal, serta perwakilan organisasi perempuan.
Dengan adanya komitmen dan sinergi lintas sektor, Pemerintah Provinsi Gorontalo optimistis dapat menekan angka perkawinan anak sekaligus menurunkan prevalensi stunting secara berkelanjutan. Langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memastikan masa depan generasi muda Gorontalo lebih cerah.
Baca Juga : OPADI Jabar Bantu Warga Depok Jelang Natal dan Tahun Baru
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : museros

