georgegordonfirstnation.com Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang dikenal dengan nama Mualem, menjadi salah satu pembicara dalam konferensi internasional bertema perdamaian dan transformasi politik. Acara tersebut digelar oleh Institute for Autonomy and Governance (IAG) di Manila, Filipina, dan diikuti oleh berbagai tokoh yang memiliki pengalaman dalam proses peralihan pascakonflik di wilayah masing-masing.
Pada kegiatan itu, Mualem mengikuti jalannya konferensi secara daring dari Kantor Gubernur Aceh. Kehadirannya sebagai pembicara mendapat perhatian besar karena Aceh dianggap salah satu wilayah yang berhasil melewati masa konflik berkepanjangan melalui jalur perundingan dan kesepakatan politik.
Forum tersebut mempertemukan tokoh dari berbagai daerah untuk membahas bagaimana sebuah gerakan bersenjata dapat bertransformasi menjadi kekuatan politik yang stabil dan diterima sistem pemerintahan modern.
Perjalanan Aceh dari Konflik ke Perdamaian Berkelanjutan
Dalam sesi pemaparan, Mualem menceritakan kembali perjalanan panjang Aceh menuju perdamaian. Ia menggarisbawahi bahwa keberhasilan Aceh tidak datang secara instan. Proses dialog, negosiasi, dan penguatan kepercayaan menjadi kunci utama di balik stabilitas Aceh saat ini.
Ia menyoroti pentingnya Perjanjian Helsinki sebagai landasan utama penyelesaian konflik. Kesepakatan tersebut bukan hanya mengakhiri peperangan, tetapi juga membuka peluang baru bagi Aceh untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih mandiri melalui otonomi khusus.
Menurutnya, komitmen terhadap perjanjian tersebut harus dijaga oleh seluruh pihak, baik pemerintah daerah maupun pusat. Keberlanjutan perdamaian adalah hasil kerja bersama yang tidak boleh diabaikan.
Transformasi dari Pemimpin Gerakan Bersenjata ke Kepala Daerah
Dalam forum tersebut, Mualem membawakan topik “From Rebel Chief to Chief Executive”. Ia menceritakan perubahan besar yang terjadi dalam hidupnya—mulai dari memimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam masa konflik hingga akhirnya menjadi pemimpin pemerintahan formal.
Ia mengakui bahwa peralihan tersebut bukan sesuatu yang mudah. Perbedaan sistem, kultur kerja, hingga tuntutan administratif menjadi tantangan yang harus dihadapi. Dari medan perang yang penuh ketegangan, ia kini berhadapan dengan regulasi, tata kelola pemerintahan, dan tanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa perubahan tersebut merupakan jalan terbaik bagi Aceh. Melalui jalur politik, aspirasi masyarakat dapat diperjuangkan tanpa mengorbankan nyawa dan stabilitas daerah.
Partai Lokal Menjadi Saluran Aspirasi Mantan Kombatan
Salah satu poin penting dalam pemaparannya adalah peran partai lokal sebagai wadah aspirasi mantan kombatan. Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki hak membentuk partai politik lokal sebagai hasil dari Perjanjian Helsinki.
Menurut Mualem, keberadaan partai lokal menjadi media penting yang menampung suara mantan pejuang sekaligus memberikan jalur baru bagi mereka untuk berkarya dalam ranah politik. Melalui partai lokal, mantan kombatan dapat terlibat dalam proses demokrasi tanpa harus kembali ke jalur kekerasan.
Ia menegaskan bahwa di Aceh kini tidak ada lagi perjuangan bersenjata. Semangat perjuangan berubah menjadi perjuangan melalui kebijakan, pembangunan, dan aspirasi politik.
Fokus Pemerintah Aceh pada Kesejahteraan Mantan Kombatan
Dalam pemaparannya, Mualem menjelaskan bahwa pemerintah Aceh saat ini memprioritaskan peningkatan kesejahteraan mantan kombatan. Mulai dari pemberdayaan ekonomi, pembinaan sosial, hingga integrasi ke dalam ruang publik dilakukan untuk memastikan mereka dapat hidup layak setelah konflik berakhir.
Pemerintah juga terus memaksimalkan keistimewaan dan otonomi khusus Aceh. Hal ini dilakukan agar Aceh dapat mengejar ketertinggalan pembangunan dan mengoptimalkan potensi daerah, baik dalam sektor ekonomi, sumber daya alam, maupun kebudayaan.
Ia menyampaikan bahwa pembangunan Aceh tidak boleh hanya berfokus pada fisik, tetapi juga ekonomi masyarakat, pendidikan, dan stabilitas sosial.
Hubungan Politik dengan Presiden Prabowo Dibahas Terbuka
Mualem juga menyinggung kedekatannya dengan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, hubungan tersebut terjalin atas dasar kepercayaan dan kolaborasi panjang antara Partai Aceh dan Partai Gerindra.
Ia menyebut bahwa dukungannya kepada Prabowo dilakukan dalam beberapa pemilihan presiden dan berpuncak pada kemenangan Prabowo sebagai Presiden Indonesia. Sebagai gubernur, ia menegaskan komitmennya menjalankan program pemerintah pusat di Aceh.
Kerja sama keduanya disebut fokus pada pembangunan ekonomi, pemerataan infrastruktur, dan percepatan proyek strategis yang dapat memajukan Aceh. Dalam berbagai kesempatan, ia mengusulkan percepatan pembangunan agar Aceh tidak tertinggal dari provinsi lain.
Komunikasi Intensif untuk Membangun Aceh
Menurut Mualem, komunikasi dengan pemerintah pusat dilakukan secara terus-menerus. Ia mengaku selalu menyampaikan kebutuhan Aceh kepada Presiden, khususnya terkait ekonomi dan infrastruktur.
Ia berharap Aceh dapat tumbuh lebih cepat melalui kerja sama kuat antara pemerintah daerah dan pusat. Dengan dukungan nasional, Aceh dapat memanfaatkan otonomi khusus secara maksimal demi kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Konferensi internasional ini menjadi panggung bagi Aceh untuk menunjukkan perjalanan panjangnya dari konflik menuju perdamaian. Melalui pengalaman pribadi dan proses transformasi daerah, Mualem membawa pesan penting bahwa perubahan menuju politik damai adalah jalan yang mungkin ditempuh oleh daerah mana pun yang pernah mengalami konflik.

Cek Juga Artikel Dari Platform podiumnews.online
