georgegordonfirstnation.com Kontroversi kembali mencuat di ruang publik setelah Ribka Tjiptaning, politisi senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pelaporan tersebut dilakukan oleh Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) karena pernyataan Ribka yang menyebut Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai pembunuh jutaan rakyat Indonesia.
Koordinator ARAH, Iqbal, menilai pernyataan tersebut tidak pantas diucapkan oleh seorang tokoh politik dan berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat. “Kami datang ke sini untuk mengadukan pernyataan salah satu politisi dari PDIP yaitu Ribka Tjiptaning yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional,” ujar Iqbal di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Menurut Iqbal, ARAH memandang bahwa ucapan Ribka telah melampaui batas kebebasan berekspresi karena menyangkut nama tokoh sejarah yang memiliki jasa besar bagi bangsa Indonesia. Mereka menilai pernyataan itu bisa mengganggu upaya rekonsiliasi nasional dan membuka kembali luka sejarah masa lalu yang sudah berusaha disembuhkan.
Kronologi dan Konteks Pernyataan Ribka
Kontroversi bermula ketika Ribka Tjiptaning menanggapi wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Dalam sebuah forum diskusi politik, Ribka secara terbuka menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap usulan tersebut. Ia menyebut bahwa selama masa pemerintahan Orde Baru, banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi dan jutaan rakyat menjadi korban politik.
Pernyataan itu kemudian viral di media sosial dan memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Sebagian publik mendukung pandangan Ribka sebagai bentuk keberanian menyuarakan kebenaran sejarah, sementara sebagian lainnya menilai ucapannya bersifat provokatif dan mencederai upaya bangsa dalam menghormati jasa para pemimpin terdahulu.
Ribka sendiri dikenal sebagai politisi yang sering berbicara blak-blakan dalam menyampaikan pendapat. Ia memiliki rekam jejak panjang di dunia politik dan pernah menjabat sebagai anggota DPR RI. Namun, kali ini ucapannya menimbulkan polemik luas, mengingat Soeharto masih dianggap sebagai tokoh penting yang berjasa dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas politik nasional.
Reaksi Publik dan Pandangan Para Ahli
Laporan terhadap Ribka Tjiptaning segera memicu diskusi publik yang hangat, baik di media sosial maupun di kalangan akademisi. Sejumlah ahli hukum berpendapat bahwa laporan ini akan menjadi ujian penting bagi penegakan hukum di era kebebasan berpendapat.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, pelaporan seperti ini harus dilihat secara proporsional. “Kebebasan berekspresi memang dijamin undang-undang, tetapi tetap memiliki batas, terutama jika pernyataan tersebut dianggap menyerang kehormatan orang lain atau tokoh publik,” ujarnya.
Sementara itu, sejarawan menilai bahwa persoalan Soeharto dan masa Orde Baru merupakan topik kompleks yang membutuhkan pendekatan akademis, bukan emosional. “Perdebatan soal Soeharto harusnya dijawab dengan riset dan data sejarah, bukan sekadar opini politik. Kalau setiap pernyataan sejarah dipidanakan, diskusi akademis bisa mati,” tutur salah satu peneliti sejarah dari LIPI.
ARAH: Pernyataan Ribka Bisa Ganggu Rekonsiliasi Nasional
Dalam keterangan resminya, ARAH menegaskan bahwa tujuan laporan mereka bukan untuk membungkam kritik terhadap sejarah, melainkan untuk menjaga harmoni sosial dan persatuan bangsa. Mereka berpendapat bahwa ucapan Ribka berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat yang masih memiliki pandangan berbeda terhadap warisan pemerintahan Soeharto.
“Banyak keluarga yang masih menghormati jasa Pak Harto, terutama di bidang pembangunan dan stabilitas nasional. Ucapan yang menyudutkan tanpa bukti bisa memicu konflik horizontal di masyarakat,” kata Iqbal.
ARAH juga menyoroti pentingnya tokoh politik menjaga etika publik. Menurut mereka, politisi memiliki pengaruh besar terhadap opini masyarakat, sehingga setiap pernyataan harus disampaikan dengan hati-hati agar tidak memicu kegaduhan yang tidak perlu.
PDIP Belum Beri Tanggapan Resmi
Hingga kini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan terhadap Ribka Tjiptaning. Beberapa kader partai hanya menyebut bahwa pandangan Ribka adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan sikap resmi partai.
Sementara itu, sejumlah pengamat politik menilai bahwa kasus ini bisa berdampak pada citra PDIP di tengah masyarakat. “Jika kasus ini berlarut-larut, partai bisa terseret dalam perdebatan ideologis yang sensitif. Apalagi PDIP sering menempatkan diri sebagai partai yang menghormati nilai-nilai sejarah bangsa,” ujar analis politik dari Universitas Gadjah Mada.
Soeharto dan Polemik Gelar Pahlawan Nasional
Nama Soeharto kerap muncul dalam perdebatan publik terkait pemberian gelar pahlawan nasional. Sebagian pihak berpendapat bahwa Soeharto layak mendapatkan gelar tersebut karena jasanya dalam menjaga stabilitas nasional, membangun infrastruktur, dan membawa Indonesia menuju swasembada pangan.
Namun, pihak lain menilai bahwa masa pemerintahannya juga diwarnai oleh pelanggaran HAM, pembungkaman oposisi, dan ketimpangan ekonomi yang tajam. Karena itu, wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto selalu menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Kesimpulan: Antara Kebebasan Bicara dan Tanggung Jawab Moral
Kasus laporan terhadap Ribka Tjiptaning membuka kembali perdebatan lama tentang batas antara kebebasan berpendapat dan tanggung jawab moral dalam berbicara di ruang publik. Dalam masyarakat demokratis, setiap orang memang berhak menyuarakan pandangannya, namun kebebasan tersebut tidak boleh digunakan untuk menyerang atau menimbulkan kebencian.
Polemik ini juga menunjukkan bahwa warisan sejarah Orde Baru masih menjadi luka terbuka bagi sebagian masyarakat. Sementara itu, langkah hukum yang diambil ARAH diharapkan menjadi sarana klarifikasi, bukan ajang pembungkaman politik.
Pada akhirnya, bangsa Indonesia perlu belajar untuk berdialog dengan cara yang lebih dewasa — dengan data, sejarah, dan etika — agar setiap perbedaan pandangan dapat diselesaikan tanpa harus menimbulkan perpecahan baru.

Cek Juga Artikel Dari Platform outfit.web.id
