georgegordonfirstnation – Pemerintah pusat resmi membentuk Satuan Tugas Makan Bergizi Gratis (Satgas MBG) sebagai langkah cepat untuk mencegah terulangnya kasus keracunan makanan yang sempat menimpa sejumlah pelajar di berbagai daerah. Pembentukan satgas ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, yang menegaskan pentingnya pengawasan terpadu dari hulu ke hilir dalam penyediaan makanan program MBG.
Keputusan ini diambil setelah laporan dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan adanya peningkatan kasus gangguan pencernaan massal yang diduga berasal dari konsumsi menu MBG di beberapa sekolah. Satgas MBG akan bekerja lintas kementerian, melibatkan unsur daerah, dan dibantu lembaga pengawas independen untuk memastikan setiap proses penyediaan makanan aman, higienis, serta sesuai standar gizi.
“Satgas ini dibentuk agar setiap tahap, mulai dari dapur produksi, distribusi, hingga konsumsi, bisa diawasi secara ketat. Kita tidak boleh membiarkan insiden serupa terjadi lagi,” ujar Muhadjir dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/10).
- Tugas dan Struktur Satgas
Satgas MBG akan berada di bawah koordinasi langsung Kemenko PMK dengan dukungan dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, BPOM, dan TNI/Polri. Satgas juga akan membentuk unit pengawasan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Setiap unit diwajibkan melakukan pemeriksaan rutin ke dapur penyedia makanan, serta menguji sampel menu sebelum dikonsumsi siswa.
Menurut Muhadjir, Satgas tidak hanya fokus pada aspek keamanan pangan, tetapi juga pada pendampingan teknis dan pelatihan higiene bagi penyedia katering sekolah. “Kita ingin kualitas makanan tidak hanya aman, tapi juga memenuhi standar gizi anak-anak usia sekolah,” jelasnya.
- Belajar dari Kasus Sebelumnya
Pembentukan Satgas ini tak lepas dari rentetan kasus keracunan yang melibatkan ribuan siswa di beberapa daerah seperti Rembang, Sidoarjo, dan Cirebon. Dalam kasus tersebut, sebagian besar siswa mengalami gejala mual, muntah, hingga dehidrasi setelah mengonsumsi menu MBG yang disediakan dari dapur sekolah.
Hasil investigasi sementara BPOM menunjukkan bahwa sebagian besar kasus disebabkan oleh penanganan bahan makanan yang tidak higienis, serta penyimpanan lauk dalam suhu yang tidak sesuai standar. “Ada dapur yang tidak memenuhi kelayakan, dan tenaga pengolah belum memiliki sertifikat higiene sanitasi,” kata Kepala BPOM, Penny Lukito.
Dengan adanya Satgas, pemerintah berharap proses sertifikasi dapur dan tenaga pengolah makanan bisa dilakukan lebih cepat, termasuk pendampingan bagi UMKM lokal yang terlibat dalam penyediaan bahan baku MBG.
- Dukungan dan Harapan Daerah
Langkah pemerintah ini mendapat sambutan positif dari sejumlah kepala daerah. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menilai pembentukan Satgas MBG adalah bentuk tanggung jawab pemerintah untuk melindungi anak-anak dari risiko kesehatan. “Program MBG sangat baik, tapi pengawasan lapangan harus disiplin. Satgas ini penting agar tidak hanya semangatnya besar, tapi juga kualitasnya terjamin,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mengusulkan agar Satgas di daerah juga melibatkan unsur Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan setempat, serta menggandeng organisasi masyarakat yang peduli gizi anak.
- Peran Masyarakat dan Orang Tua
Pemerintah juga mengajak masyarakat dan orang tua untuk berperan aktif dalam pengawasan program MBG. Satgas akan menyediakan saluran pengaduan daring dan hotline yang dapat diakses publik untuk melaporkan temuan terkait makanan yang diduga tidak layak konsumsi.
“Ini bukan sekadar proyek pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Jika ada keluhan, kami ingin masyarakat segera melapor agar penanganan bisa cepat dilakukan,” tegas Muhadjir.
Selain itu, sekolah-sekolah penerima program MBG diwajibkan membentuk Tim Keamanan Pangan Sekolah (TKPS) yang bekerja sama dengan Satgas di tingkat kabupaten. Tim ini bertugas memastikan makanan tiba tepat waktu, tersaji dalam kondisi baik, dan didistribusikan secara merata.
- Langkah Pencegahan dan Pengawasan Berkelanjutan
Ke depan, Satgas MBG akan menerapkan standar operasional prosedur (SOP) nasional untuk seluruh penyedia makanan program MBG. Setiap dapur yang terdaftar wajib memiliki sertifikat higiene dan mengikuti audit rutin minimal dua kali setahun.
Kemenkes juga tengah menyiapkan aplikasi berbasis digital untuk memantau rantai pasok makanan secara real-time. Sistem ini akan membantu mendeteksi potensi pelanggaran sanitasi atau penyimpangan bahan pangan sejak dini.
Program MBG sendiri merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam meningkatkan gizi dan konsentrasi belajar anak sekolah. Dengan pembentukan Satgas ini, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dapat menjaga kualitas dan kepercayaan publik terhadap program nasional tersebut.
“Keselamatan anak-anak kita tidak bisa ditawar. Satgas ini adalah bentuk komitmen nyata agar setiap piring yang mereka terima bukan hanya bergizi, tapi juga aman,” tutup Muhadjir.
